Postingan ini hanya ingin membicarakan sedikit sekali tentang sebutan ibu-ibu. Ada SAHM atau Stay At Home Mother, ada WM atau Working Mother, dan yang sekarang sedang ‘ngetrend’, WAHM alias Working At Home Mother. Sebenarnya saya agak risih juga sih sama orang yang membeda-bedakan status ibu. Mau dia SAHM, mau WM, atau WAHM, dia tetap menyandang kata “Mother”. Jadi kayanya gak ada tuh istilah ibu mana yang derajatnya lebih terhormat atau lebih tinggi. Semua lebih karena pilihan mana yang membuat mereka menjadi lebih bahagia, hihi.
Bener kan? Yang terpenting adalah kebahagian agar tidak terjadi kasus-kasus seperti Andrea Yates atau kasus-kasus lain yang serupa dimana penyebab hal tersebut adalah seorang ibu yang depresi.
SAHM – Stay At Home Mother
Menjadi SAHM adalah pilihan para perempuan yang sudah menikah khususnya yang sudah memiliki anak, tidak ada yang memaksa mereka untuk begitu. Ada banyak alasan perempuan tersebut memilih pilihan ini. Ada yang beralasan agar bisa mengasuh anak dengan tangan sendiri, ada juga yang beralasan agar bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah. Intinya agar semua bisa diurus oleh tangannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Tapi, menjadi SAHM tidak langsung menjadikannya ibu yang bebas tekanan. Walaupun mengurus rumah terkesan sepele, apalagi mengurus anak yang memang sudah menjadi kewajibannya terkesan biasa saja, namun kenyataannya semuanya itu tidak semudah yang dibayangkan. Lha wong suami saya bertahan mengasuh Naia setengah hari saja sudah merupakan rekor tersendiri buat dia. Senengnya bukan kepalang saat dia berhasil mengasuh Naia saat saya sakit kemarin, hehehe.
Back to the topic, mengasuh anak sekaligus mengurus rumah dengan tangan sendiri penuh tantangan. Apalagi disaat anak sedang rewel dan si ibu kebetulan memasuki masa PMS, tambah kacau tumpah ruah deh semua perasaan. Cucian baju belum selesai anak sudah minta mandi. Membereskan sisa makanan belum selesai, anak yang satu sudah menumpahkan susu lagi. Capek. Tidak ada waktu yang bisa dinikmati untuk sekedar bersantai sendiri atau melakukan hobinya dengan tenang.
Maka dari itu terkadang SAHM juga harus melupakan sejenak pekerjaan-pekerjaan rumah yang belum selesai sekedar untuk menikmati waktu untuk diri sendiri alias “me time“. Saya sangat kagum dan takjub apabila ada seorang SAHM yang rumahnya rapi bersih, anaknya pun diasuh dengan baik alias tidak banyak bentakan atau teriakan dan lebih banyak canda tawa. Sungguh tidak mudah untuk mencapai itu.
WM – Working Mother
Seorang wanita karir atau WM ini juga punya segudang alasan untuk membuatnya memilih tetap bekerja. Mulai dari membantu kondisi keuangan keluarga sampai hanya ingin ruang aktualisasi diri. Saya pun sangat mengagumi seorang ibu pekerja yang tetap bisa menjalin komunikasi dengan anak dan suaminya. Apalagi dia tidak henti-hentinya belajar mengenai apapun. Mertua saya termasuk ibu pekerja yang tetap bisa mengurus rumah serta mengasuh anak-anaknya dengan baik. Tetap sangat menghargai semua pendapat anaknya, sampai tetap bisa memegang pekerjaan rumah sendiri *sekarang sih dibantu anak-anaknya, hehe*.
Saya sungguh kagum dengan mereka para WM yang tetap bisa menyelaraskan kehidupan karir, percintaan, serta kehidupan keluarga. Mereka ini adalah wanita-wanita super! 😀
Di milis yang saya ikuti juga banyaak sekali ibu pekerja yang mau dan selalu belajar bagaimana mengasuh anaknya dengan baik tanpa bentakan dan tanpa mengabaikan perasaan anak mereka. Banyak! Sampai-sampai saya juga hampir latah mau ikut-ikutan kerja kantoran lagi XP
WAHM – Working At Home Mother
Nah, yang ini rasanya sekarang sedang hype banget. Yaa karena perkembangan teknologi juga sih yang memungkinkan kita bisa bekerja di rumah saja sambil mengasuh anak dan mengurus rumah. Ada banyak pekerjaan yang memungkinkan seorang perempuan menjadi WAHM. Ya penulis, freelancer web, freelancer apapun, sampai menjadi pebisnis online seperti yang saya dan beberapa teman saya akhirnya lakukan. Tujuan mereka sama, hanya ingin tetap bisa membantu keuangan keluarga tanpa meninggalkan rumah dan tanpa membiarkan anak diasuh oleh orang lain.
Semua pilihan juga tergantung kondisi dan kemampuan diri masing-masing. Seperti saya misalnya. Saya sadar, kalau saya sedang sangat capek, saya bisa menjadi sangat emosional. Saya merasa tidak sanggup untuk menghadapi keaktifan anak di saat perasaan sedang tidak enak atau badan sedang sangat capek. Yang ada, saya hanya akan menciptakan suasana tegang dengan anak dan tidak bisa berteman dengannya. Karena pertimbangan itulah, saya akhirnya memutuskan untuk berada di rumah.
Kalau merasa sanggup dan akan merasa lebih bahagia dengan bekerja fulltime, ya jadilah WM. Kalau merasa tidak sanggup meninggalkan anak-anaknya dengan orang lain ya jadilah SAHM, tidak ada yang pernah memaksa kita menjalani pilihan masing-masing bukan?
Karena saya percaya,
Happy mom raise happy kids
Di mata saya SAHM, WM, dan WAHM itu yang terlihat hanyalah M. Semua tergantung kondisi psikis kita masing-masing. Bisa lebih bahagia dengan menjadi WM, silakaan. Atau lebih bahagia saat menjadi SAHM ataupun WAHM, ya monggoo.
Semua pilihan kita yang menentukan. So, pilihanmu yang mana? ^^
Suka tulisan iniiii. Aku punya kawan rewel banget sama pilihan orang jadi WM >.<
Yep! Hoppy Mom raised happy kids so just choose wisely 😉
waah… makasiiih ^^
Nice post:) Kadang suka jengkel sama ulah pelaku MLM yang WAHM seakan2 menganggap profesinya pualiiing okeh dan yang lain tidak. Meski aku juga pelaku MLM tapi juga PNS. Membayangkan kalau semua ibu maunya hanya jadi WAHM, waduhhh kalau sakit, berobat ke dokter, dokter yg juga ibu meriksanya online doooong. Atau membayangkan tugasku di kantor sehari-hari, ambil sampel lalu uji air sungai-limbah, dsb-emang bisa ya kalo dilakoni online? ha…ha….kalao bisa sih aku mau bangett….
Ehehe.. Benerrr banget yak. Kalo ke dokter, kadang si SAHM atau WAHM maunya dokter cewek yg jelas2 seorang WM. Tapi di satu sisi mereka malah ‘ngenyek’ WM x(
yang lebih lucu lagi, ngenyek WM trus kalo ke dokter kandungan maunya dokter cewe 😛
kalau aku sih hidup itu pilihan.. jadi yaaa kita bisa bebas memilih dan yang terpenting kita benar-benar betanggung jawab dengan segala resiko terhadap pilihan kita itu… Aku sih senangnya aktifitas lapangan karena gak bakat jadi orang kantoran… hehehehe
iya, betul. semua itu pilihan 😀
Betul..ga terlalu suka dikotak-Kotakkan..saya pernah menjalani ketiga nya dan yang ada hanya satu….Mother
iya.. kalau saya, ibu saya SAHM, mertua WM, saya sendiri WAHM. ada semua, jadilah bikin artikel ini, hihihi
suka banget juga sama tulisan ini, males emang sih sama yang suka membanding-bandingkan. Masa iya klo kita pilih ini atau itu harus ngasih tau alesannya detail ke orang yang ngebandingin itu.. ya gak mba ^^?
ho’oh betul. di setiap pilihan pasti ada alasannya, jadi buat apa ribet sama pilihan orang, hehehe ^^
nice post ^^
Thanks ^^
Masih banyak kok Mak yang memperdebatkan hal ini. Kadang ada aja komentar “Jadi WM apa karena gengsi?” “Oh, jadi cuma ibu rumah tangga?” frankly speaking kita kan belum tentu dalam posisi 100% tahu kondisi ybs & kondisi keluarganya bagaimana, mungkin bagi si ibu & keluarganya bekerja di luar rumah/tinggal di rumah saja adalah pilihan terbaik & paling cocok untuk mereka. Sekeras apapun kita berusaha ‘memaksakan’ pendapat kita harusnya mereka begini begitu, tetap saja apa yang terbaik & cocok menurut kita belum tentu terbaik & cocok untuk orang lain & keluarganya. Honestly saya sedih campur kesel kalau sesama ibu malah terkesan men-judge satu sama lain & mengklaim cuma pilihannya yang terbaik & terhebat. Surga kan ada di telapak kaki ibu, bukan cuma ibu pekerja, ibu yang tinggal di rumah, atau ibu yang kerja di rumah. Jadi semua ibu ya full time mother, nggak ada yang part time mother he he (komen panjang karena akhir2 ini masih banyak nemu debat soal hal ini hi hi).
hehe.. iya. masih banyak ya yang merasa pilihannya terbaik.
sebetulnya saya juga sempet seperti itu sampai saya melihat sendiri ibu WM bisa juga kok meluangkan segenap waktu buat anak2nya.
Karena betul deh, yang diperlukan itu sebetulnya waktu yang berkualitas, bukan waktu yang sekedar banyak, hehe.so, it’s true, happy mom raise happy kids ^^
Dedeknya lucu mbak hihihi
hihi… makasih lhoo ^^
Nice post Isti 🙂
Memang ngga mudah bersikap empati ketika kita ngga mau berupaya memahami pilihan orang lain untuk kehidupannya. Mulai dari proses Cesar atau normal saat melahirkan, ASI dan sufor, teknik pengasuhan dsb.
Mungkin kita lupa bahwa menjadi Ibu adalah profesi mulia yang penuh jatuh bangun, apa pun kondisinya, pasti semua ingin terus berupaya menjadi yang terbaik untuk anak dan keluarganya. Maka yang utama adalah terus berbagi tanpa menghakimi, bantu membantu lewat informasi dan support hati untuk para Ibu.
Let us support #HappyParenting :’)
*dari Ibu yang pernah merasakan ketiganya*
iya, perdebatan WM vs SAHM emang cuma salah satunya aja ya. masih banyak perdebatan lainnya kaya yang mba Ghina bilang.
Yep, let us support #HappyParenting ^^
Sukses buat semua ibu kalian hebat mbak…ibu ibu ibu baru ayah deh keren ^-^.9 kalo ayah kira” besok ada juga g ya istilahnya?
Yes, Happy mom raise happy kids. And Supported by Dad.
Betulll.. Dad itu sangat berpengaruh bagi kebahagiaan mom lhooo 😉
Bener banget, kak!
I myself have a WM.. dan walaupun aku tahu Mama-ku itu keren banget dan super banget karena beliau jadi sangat terlatih untuk multitasking dan sangat jago mengelola waktu (she still took part of some houseworks, and ofcourse personally served her husband–karena Padang banget gitu kan).. Tapi aku sendiri ngerasa ada yang hilang, sesuatu yg nggak kurasain tiap kali aku ketemu sama ibunya temen2ku yang house wife.
It’s her full attention, and her full love.
Kadang2 aku hanya ketemu Mamaku in her bad situation karena beliau pasti selalu capek sehabis pulang kerja. Her best energy had been spent at work, and it seemed like she almost didn’t have anything left for me at home. In the end, I trained myself to finally enjoy my time at my bedroom, or playing with PRT.. Shared most of my feeling, thought, and trust, to PRT.. Ironic, isn’t it? ^^x
Aku suka bingung sama teman2ku yg terobsesi ingin jadi WM (aku kenal beberapa yg emang anti banget jadi ibu RT), dan sebagian besar dari mereka memang dibesarkan oleh seorang ibu yang housewife… Jadi, mereka mungkin ga tahu gimana ga enaknya sebagai anak yg punya ibu WM. ^^x
Working mom or not… In fact, poin yg paling penting buat anak adalah apakah ibunya mau meluangkan waktu untuk mereka, dan selalu berusaha memperlihatkan sisi yg terbaik dari mereka kepada anak-anak mereka. Sesibuk apapun. Selelah apapun. Her children must be the very first people to give her best love and and her best happiness. Not the other way around. ^^x
So, it doesn’t really matter working atau nggak, selama sang anak nggak ngerasa kehilangan kasih sayang dari orangtuanya. Happiness expression dari orangtuanya. Dan.. Kalo kata sinetron, ini gak cuma berlaku buat ibu doang kan? Bapak juga. Hehehe…. 😛
Btw, my mom is still a great mother! She is much better than some of other WM (yg bahkan mungkin gak pernah ketemu sama anaknya saking sibuknya, kayak di tipi2).. But I still wish she could have spare more of her best time for me in the past. 🙁
Salam dari anak yg pro happy WAHM! 😀
I admire both of you and kak Ilman ^___^
waw, Sonyaa. Terima kasih banyak ^^
yap, as long as you could spare your very first and happy time with your kids, it really doesn’t matter you are working or not 😉
Happy parenting 😀
Aku juga pernah bahas ini di blogku, sekitar 2 th yg lalu. Ya, tetaplah, semua itu kan pilihan. Bahkan menjadi ibu pun pilihan. Dan kalau mmg sudah memilih menjadi ibu, mau kerja atau di rumah, ya ttp utamakan hubungan dg keluarga dan anak 🙂
Tulisan yg bagus bgt mak…objektif…semua pilihan pasti ada alasan n konsekuensinya masing2..