Pernah membaca cerita kemarahan ayah yang mengakibatkan tangan anak sampai diamputasi?
Cerita itu mengisahkan anak 3,5 tahun yang ditinggal kerja oleh kedua orangtuanya dan ditinggalkan hanya dengan ART di rumah. Namun, karena ART sibuk dengan urusan rumah, ia jadi tidak bisa selalu mengawasi anak itu bermain. Nah, saat sedang bermain itu, si anak menemukan paku berkarat dan berpikir bisa berkreasi dengan paku tersebut, dimulai dari lantai garasi sampai mobil baru kedua orangtuanya. Saat pulang kerja, ayahnya yang melihat mobil barunya penuh coretan yang tidak mudah dihilangkan tersebut sangat murka dan memukuli si anak dengan ranting yang diambil dari pohon di depan rumahnya. Setelah pelampiasan marah yang berlebihan tersebut terpuaskan, giliran si anak sangat kesakitan dengan luka-luka yang dihasilkan. Bahkan sampai demam berhari-hari. Sampai akhirnya saat dibawa ke dokter, tangan tersebut sudah sangat parah keadaannya karena sudah terinfeksi sedemikian hebatnya sehingga harus diamputasi. Si ayah sangat terpukul dengan keputusan itu dan sangat menyesal dengan tindakannya saat marah lalu. Tapi apa daya, tangan anaknya tidak akan bisa kembali seperti semula. T_T
Saya membaca kisah tersebut sudah agak lama, namun sampai sekarang rasanya masih saja terbayang akan rasa sakit dan menyesalnya si ayah karena pelampiasan amarah yang berlebihan saat itu. Rasa-rasanya memang kisah itu merupakan contoh yang sangat ekstrim dan merasa kita tidak akan sampai sebegitunya ya. Tapi, begitulah, marah yang berlebihan bisa menyebabkan hal buruk lainnya. Mungkin, kalaupun pukulan si ayah tadi tidak sampai membuat tangannya diamputasi, tetap saja perlakuan ayahnya akan terus membekas di hati sang anak dan akan diingatnya seumur hidup. Sungguh, setiap pukulan atau setiap bentakan yang kita arahkan ke anak kita akan membekas di hatinya dan membuat keadaan emosinya menjadi tidak stabil juga.
Tidak percaya? Coba deh buktikan sendiri. Bagaimana sih respon anak setiap kali kita marahi atau *naudzubillah* pukuli? Pasti si anak langsung berdiam diri dan terlihat menjadi sangat tidak percaya diri serta tertutup kan? Selain itu, yang dipelajari oleh anak nantinya adalah: kalau marah, boleh melampiaskan sepuasnya hingga membuat orang lain terluka. Ini artinya ia tidak akan segan-segan menyakiti orang lain nantinya demi menyalurkan emosi kemarahannya. Menyeramkan yah?
Emosi yang bisa dikendalikan adalah emosi yang disalurkan dengan aman dan nyaman. Yaitu yang dengan tidak merugikan lingkungan sekitar, orang lain, bahkan diri sendiri. Maka dari itu, menjadi orang tua memang saatnya belajar lagi bagaimana cara mengendalikan emosi agar emosi kemarahan kita tidak menjadi berlebihan seperti cerita di atas. Mungkin, kita juga bukan manusia atau orangtua sempurna yang selalu berhasil menahan amarah. Marah sih boleh-boleh saja menurut saya asal disalurkan dengan tepat dan dengan alasan yang tepat pula. Si ayah tadi bahkan tidak bertanya alasan anaknya mencoret-coret mobilnya tersebut kan? Padahal si anak sedang mengembangkan kemampuan berkreasinya. Bukan tidak mungkin anak tersebut sebetulnya memiliki bakat melukis. Namun, dengan kemarahan si ayah tadi, bakat melukis anaknya yang besar itu jadi padam habis tak bersisa. :s
Saya dan suami juga pernah marah kok. Marah memang hal yang manusiawi. Tapi bukan berarti kita bisa melampiaskannya ke anak kita, atau melempar barang apapun yang ditemui. Saya pun masih terus berproses belajar mengendalikan emosi. Saat emosi saya sudah tidak tertahankan, biasanya sih saya melipir atau menyingkir dahulu dari hal yang membuat saya emosi untuk menenangkan diri. Baru setelah tenang, saya beraktifitas lagi. Atau, kalau tidak bisa menenangkan diri dengan berdiam, saya menyalurkan emosi saya dengan melakukan hal positif yang saya bisa. Di rumah mah gak jauh-jauh dari mengerjakan kerjaan rumah laah, hehehe. Tapi, memang mencari penyaluran emosi yang tepat, aman, serta nyaman diperlukan lho. Ya demi menghindari terjadinya marah yang berlebihan seperti cerita itu deh.
Hayo, siapa yang udah jadi ortu? Yuk, mulai mencari penyaluran emosi kita yang aman dan nyaman agar tidak terlampiaskan ke anak 😉
Happy parenting ^^
Setuju mak 🙂 setuju banget,,anak jg nntinya akan belajar dan meniru cara kita mengelola emosi,,
yap, yap. kan anak itu mesin foto kopi tercanggih 😀
Duh. Aku mbrebes mili baca cerita si bocah 3,5 tahun itu mak. Selalu bermohon pd Allah, agar kita dianugerahi kesabaran yang bertanggungjawab.
iya maak, waktu baca pertama juga saya nangisss 🙁
Amiin.. semoga kita semua diberi kesabaran ya mak
marah marah mulu itu cape loh wekekek beneran, kalo udah mau marah aku nahan napas. Ngeluarin energi banyak juga ternyata 😛 akhirnya cape sendiri marah marah
wkwkwk.. ternyata energi marah emang gede ya mak, hihi
Marah bikin sakit. Tapi aku juga masih suka kelepasan 🙁
aku juga suka kelepasan mak :'(
Setuju Mak… Aku masih harus belajar lagi menahan emosi nih….
iya mak, aku juga masih belajar menahan emosi 🙂
Kebiasaan di keluarga kami, kalau marah enggak bareng2. Misal aku yg marah, suamiku yg kalem, jdi bisa backup supaya enggak kebablasan marahnya. Begitu pula sebaliknya.