Pernah menghukum anak yang “berulah” atau tantrum dengan memberinya time out? Sepertinya memang itu salah satu *salah satu lho ya* metode yang kita tau ya untuk menghukum anak. Maksudnya baik, agar dalam kesendiriannya, si anak bisa menenangkan diri, menyadari kesalahannya, serta introspeksi untuk bisa lebih baik lagi. Sebelum punya anak saya juga kepikiran sih mau menerapkan metode time out ini.
Tapi, beberapa waktu lalu suami saya memberi saya artikel yang cukup bagus dan cukup membuat saya berpikir ulang untuk menerapkan metode ini. Artikel tersebut berjudul “‘Time-Outs’ Are Hurting Your Child” dan berisi mengenai apa sebenarnya yang diterima oleh anak saat menghadapi hukuman time out ini.
Maksud kita sebenarnya baik sih, agar si anak bisa introspeksi dan menyadari kesalahannya. Malah metode ini memang sudah banyak diterapkan baik di budaya Barat sana maupun di budaya Timur sini. Tidak sedikit juga ahli parenting yang merekomendasikan metode ini, malah di Nanny 911 juga menerapkan hal ini kan? hehe. Namun apa metode ini bagus buat perkembangan anak? Efektif gak sih sebetulnya?
Ternyata, dengan memberikan hukuman berupa time out ini si anak malah menangkap maksud yang berbeda. Yang akan diterima oleh mereka adalah pelajaran bahwa saat mereka meluapkan emosinya karena marah atau kecewa, mereka harus menghadapinya sendirian dan diasingkan. Kebayang gak sih kalau kita yang sedang kecewa lalu marah, eh orang yang membuat kita kecewa itu malah menjauhi kita, bukannya meminta maaf dan mencoba mengerti kita sebetulnya kenapa sampai bisa marah seperti itu?
Betul juga sih, kan sedih ya dijauhi dan diabaikan saat emosi kita butuh diperhatikan? Itulah yang ternyata selama ini dirasakan oleh mereka yang menjalani time out. Iya, kita sih sebagai orangtua malah merasa itu bagus, memberi hukuman saat anak “berulah” itu membuat mereka menyadari bahwa tindakannya itu salah. Kalau setiap meluapkan emosi selalu salah begitu, apa donk yang seharusnya mereka lakukan untuk meluapkan emosi kemarahan atau kekecewaannya?
Saya pernah baca dan merasakan sendiri kalau emosi kita sebagai pengasuh, terutama ibu, itu sangat berpengaruh terhadap suasana hati si kecil. Happy mom raise happy kids, yes? Jadi, sebetulnya saya juga sudah melupakan masalah time out ini sejak Naia lahir. Tergantikan oleh saya yang introspeksi setiap kali Naia membuat “ulah”. Dari webinar ibuprofesional, saya mendapat pelajaran kalau mengajarkan kecerdasan emosi dan karakter itu lebih utama. Jadi, setiap dia menangis atau berperilaku yang tidak semestinya, saya menanyakan pada Naia apakah dia marah, sedih, atau kecewa? Atau malah ternyata ngantuk atau lapar?
Waktu belum bisa berkomunikasi yang enak seperti sekarang sih, saya yang menebak-nebak dia kenapa. Misalnya saja setelah saya gendong atau saya kelonin ternyata dia anteng, saya beritahu kalau ternyata Naia mengantuk. Kalau ternyata dia mencari makanan, berarti dia lapar. Nah, kalau dia memukul temannya karena temannya mengambil mainan, saya beritahu kalau itu berarti dia marah karena barang miliknya diambil. Intinya, dengan bersikap yang tidak semestinya itu sebetulnya anak-anak mencoba memberitahu pada kita, orangtuanya, mengenai apa yang dirasakannya. Tugas kita adalah mencoba mengerti mereka.
Dengan kita mengerti emosi mereka, secara tidak langsung kita juga sudah mengajarkan kecerdasan emosi serta berempati lho. Anak itu mesin foto kopi super kan? Nah, kalau kita mencoba mengerti saat mereka sedang “berulah” itu, nantinya mereka akan meniru juga tindakan kita dan sedikit banyak kita mengembangkan kecerdasan intrapersonalnya serta bisa mengerti emosi orang sekelilingnya.
Discipline is about teaching – not about punishment
Jadi, kalau nanti anak kita “berulah”coba deh memberinya bukan time out, tetapi time in. Memberi mereka sedikit waktu kita untuk mengobrol dan mendengarkan mereka serta memberinya pengertian kalau ternyata perilakunya salah. Anggaplah anak adalah individu yang sama seperti kita, hanya ingin dimengerti. So, sudahkah kita mencoba mengerti mereka? 😀
Happy Parenting 😉
PS: etapi kalau ternyata ulahnya itu adalah strategi, sebaiknya kita abaikan ya, hehe. Dengan mengabaikan strategi mereka, mereka nantinya berhenti sendiri kok, sadar kalau strateginya itu ternyata tidak berhasil XP
Saya kadang memberlakukan time out, Mak. Tapi, tujuannya memang untuk menenangkan si anak. Kadang anak kalau terlalu kecewa, marah, atau nangis itu susah diajak bicara. Yang ada malah tambah kenceng nangisnya atau cari perhatiannya jadi semakin berlebih yang ujung2nya memancing emosi.
Kalau udah gitu, biasanya saya berlakukan time out sih. Tapi bukan dengan menghadap ke tembok seperti di foto itu. Cuma minta duduk di satu tempat yang aman. Silakan saja kalau mau meluapkan emosinya di tempat yang sudah ditentukan itu. Biasanya kalau anak, sudah puas meluapkan emosinya dan sadar gak digubris, akan menjadi lebih tenang
Kalau sudah tenang, baru deh diajak bicara termasuk dijelaskan kenapa tadi diberi time out. Pengalaman saya sih begitu.
hoo gitu ya mak.. kalo saya suka mendiamkan juga sih, membiarkan dia meluapkan emosinya dulu, tapinya tetep saya temenin dan dampingin, hehe.
terima kasih mak cerita pengalamannyaa 🙂
Bedainnya gimana strategi ama dia salah time out huhu…
Bedain strategi dengan ngabaikan sama salah ditime out gmn
bedain strategi sama emosi ya mak maksudnya? kalo kita banyak menghabiskan waktu berkualitas sama anak, kita jadi bisa lebih ngerti maunya dia apa. terus nantinya kerasa kok dia itu tantrum sedang emosi atau sedang berstrategi 😀
Di nanny 911 atau super nanny setahu saya sih, jika anak tantrum atau ngamuk, mereka diberi ruang utk menenangkan diri. Time out diterapkan ketika si anak membantah orang tua atau berbuat nakal. Jadi esensinya beda. Dan setelah time out itupun harus diberi penjelasan kenapa mereka disetrap. kalau menurut saya cara itu cukup baik dan tegas. Alhamdulillah, anak saya diterapkan itu justru lebih baik dlm komunikasi dengan orang tua.
Nah, membantah orang tua atau berbuat nakal-nya ini mbak yang maksudnya ditelusuri lagi kenapanya, mencoba mengerti kenapa sampai bisa begitu kali yaa 😀
Tapi mah intinya tetap harus komunikasi dengan baik ya mbak antara orangtua dan anak 🙂
klo anak saya bikin ulah, pertama saya dulu yg nenangin diri ke kamar, meredakan emosi dulu 😀
blum pernah nyoba mraktekin time-out ke anak, jd ga tau bakal cocok atau ga…
aaak.. sama banget inih kaya sayaaa, menenangkan diri dulu biar bisa menghadapi anak dengan baik lagi dan bisa mencoba mengerti mereka kenapa bisa begitu, hee..
toss mbak 😀
kadang suka gak tega…anyway tulisannya bagus
hehe iya ya, jadi ortu gitu, suka gak tega
btw, terima kasih yaa ^^
Klo gw, misalnya si kakak lg berulah smpe nangis gerung2 gt, biasanya sih gw blg “mau nangis trs atau mau blg sm bunda knp kakak nangis?” Klo dia nangis trs sih biasanya aku suruh duduk trs gw tinggal sih smpe dia udahan nangis nya, br gw samperin dan tanya lg 😀
Kalo saya timeoutnya adalah boboan ditempat tidur trus ada saya disampingnya sambil nanya2 knapa begini knapa begitu. Tar dia cerita dah. Awalnya timeout saya ga saya temenin dia nangis sedihh bgt.. nah disitu saya mikir ko sedih bgt yaaa… jadi kalo timeout pasti sebelahnya saya biasanya timeoutnya di tempat tidur ..
Kalo saya liat banyak yg timeout anaknya itu menghadap tembok. Ko kaya napi ya hehe secara saya sering ke kantor polisi sering liat penjahat menghadap tembok ada yg berdiri ada yg duduk..
blum pernah
tapi makasi ulasannya mak, buat persiapan jika sudah punya bocil