Parenting

[Parenting] Kunci Utama Sebagai Orangtua

Hum, sebenarnya lanjutan dari tujuan pengasuhan itu adalah gaya pengasuhan. Dengan adanya kesepakatan tujuan pengasuhan antar suami istri, selanjutnya ya menerapkan gaya pengasuhan seperti apa yang cocok. Sebelumnya saya memang pernah menuliskan 4 gaya pengasuhan menurut Diana Baumrind. Namun, saya berniat untuk menuliskannya lagi, mungkin lain waktu 😀

Sekarang saya ingin berbagi kunci utama yang harus dimiliki oleh orangtua menurut pengalaman dan pengamatan saya sendiri. Kuncinya itu ada dari dalam hati, cieeeh. Maksudnya, kuncinya adalah sifat yang harus ~banget kayanya~ dimiliki oleh orangtua.

Menurut saya ya, kunci itu adalah ikhlas, sabar, dan percaya saja. Dengan tiga hal itu, perjalanan mengasuh buah hati (termasuk mendidiknya menjadi orang yang bertanggung jawab) menjadi ringan dan mudah.

Sabar

Saya sendiri merasa masih kurang bisa sabar dalam menghadapi buah hati. Memang pelajaran sabar dan ikhlas itu adalah pelajaran hidup yang paling sulit kan? hehe. Tapii, kurang sabar saya masih bisa saya kendalikan, Alhamdulillaah *semoga semakin bisa sabar*. Jadi kalau terasa sedikit kehilangan kesabaran ~belum sampai tahap emosi~ saya biasanya berdiam diri dulu sedangkan anak bermain bersama papanya. Atau, kalaupun di rumah sedang hanya berdua saja, ya saya berdiam diri dengan anak bermain sendiri. Kalau dia tidak bisa bermain sendiri dan terus merengek ke saya, biasanya saya tetap diam namun melakukan apa yang diinginkan oleh anak sambil memberinya pengertian “mama sedang butuh waktu sendiri, sebentar saja, sampai mama ajak Naia main lagi”. Ya, kalau yang baru saja menerapkan pengertian begitu mimpi sih kalau anaknya bisa langsung mengerti dan langsung anteng main sendiri lagi. Tapi, kalau kita memang terbiasa berdialog begitu, biasanya anak bisa langsung mengerti dan bermain sendiri lagi.

Sabar Menunggu Naia Baca Buku
Sabar Menunggu Naia Baca Buku

Sabar itu benar-benar sangat diperlukan ketika kita mengajarkan anak mandiri. Ya misalkan saja mengajarkan anak untuk bisa makan sendiri, atau dia sudah ingin melakukannya sendiri walau kita masih ingin menyuapinya. Nah, nungguin anak makan itu gak sebentar. Walaupun kita juga ikutan makan, anak ya selesai makannya jauh lebih lama ketimbang kita. Belum lagi kalau berantakan *ini sih pasti ya, hehehe*. Berhubung koordinasi tangannya belum sempurna, ya ada lah nasi atau lauk yang terlempar kesana kemari 😛

Hal yang sama juga berlaku ketika menemani anak bermain. Harus sabar mengikuti kemana anak pergi dan mau main apa, asal yang aman-aman saja. Pokoknya bagi saya dan suami, selama hal itu aman ya kita tidak pernah akan melarang agar hasrat keingintahuannya tidak dibatasi. Tapi, memang kita gak pernah melarang sih, paling-paling kalau sudah tidak aman, ya anaknya kita amankan/ jauhkan dari tempat itu lalu diberi pengertian kenapa gak boleh kesitu.

Benar! Orangtua juga harus sabar dalam memberi pengertian dan menjawab segala pertanyaan anak. Apalagi kalau anak sudah tahap “cerewet-cerewetnya”, ya kita harus sabar selalu mendengarkan ceritanya berulang kali, juga harus sabar menjawab pertanyaannya yang berulang kali. Dari situlah anak belajar, melalui pengulangan. Tapi, kalau kita capek menjawab gimana? Coba saja ajak anak mencari tau jawabannya sendiri, mungkin dengan begitu akan langsung tertanam di otaknya mengenai jawaban pertanyaannya itu hehehe.

Ikhlas

Nah, ini nih salah satu yang mudah dibicarakan tetapi paling suliit dilakukan. Hum, maksudnya ikhlas dalam mengasuh anak itu ya kita gak perlu memikirkan apa yang nanti akan diberikan ke kita. Ikhlas menjalani dan menjaga amanah yang dimiliki. Dengan terus adanya rasa ikhlas ini, rasanya sabar akan selalu mengiringi.

Ikhlas juga maksudnya menerima hasil yang diberikan oleh anak. Seperti dalam hal belajar makan sendiri, kita ya ikhlas saja dengan hasil nasi yang tercecer dan berantakan di lantai, toh bisa kita bereskan. Yang penting kita sudah meningkatkan kepercayaan dirinya untuk makan sendiri. Selanjutnya kemampuan makan sendirinya pasti meningkat, jadi sedikit yang tercecer dan lama-lama ya sepenuhnya bisa makan sendiri tanpa ada yang tercecer.

Keikhlasan tetap diperlukan juga lho dalam mengajari tanggung jawab. Misalnya saja, dia harus membereskan mainannya setelah bermain atau sebelum tidur. Nah, kita cukup memberi tahu kalau dia harus membereskan mainan (kalau perlu ya kita bantu sedikit). Ikhlas dengan hasil yang diperoleh anak. Mungkin kita tidak puas dengan penyusunan mainannya, tapi toh dia sudah belajar bertanggung jawab, jadi ya ikhlas saja dengan hasilnya 😀

Dengan keikhlasan ini juga keinginan untuk bisa menjadi orangtua yang lebih baik lagi semakin berkembang. Dengan begitu, kita jadi terus menerus menambah ilmu kita mengenai pengasuhan yang baik sesuai dengan gaya pengasuhan yang telah disepakati sebelumnya.

Percaya saja

Ini sebenarnya pelajaran dari ruasdito* sih, hehe. Jadi, maksudnya dalam mengajarkan anak kemandirian, kita cukup perlu percaya saja dengan kemampuannya. Dia bisa loh melakukan sesuai dengan harapan kita, bahkan terkadang melebihinya.

Seperti dalam hal membereskan mainan. Kita gak perlu capek-capek teriak dan sekuat tenaga membuatnya membereskan mainannya sendiri. Ya dijelaskan saja kenapa dia harus membereskan mainannya dan itu merupakan tanggung jawabnya dia. Nah, kalau kita percaya saja dia  bisa melakukan itu, insyaAllah dia memang bisa. Namun, balik lagi ke sabar. Kita harus sabar karena membereskan mainan tidak semudah yang kita bayangkan 😀

Dia bahkan bisa merapikan sandal yang habis dipakainya untuk bermain di luar. Iya, terkadang saya sendiri jadi malu sama Naia. Sehabis bermain, saat sandalnya saya copot, dia langsung mengambil sandal itu dan meletakkannya di rak sepatu yang ada di depan rumah kita. Sedangkan saya, saya biasa membiarkan sandal ngejogrok *apa bahasa bagusnya yak* di depan pintu karena merasa nanti akan dipakai lagi, huhu. Akhirnya sekarang-sekarang saya pun langsung meletakkan sandal di rak sepatu. Kalau mau dipake lagi ya tinggal ambil lagi, hehe. Agar kebiasaan baik Naia tidak berubah, saya harus selalu mencontohkannya. Anak belajar dari contoh kan? 😀

*Ruasdito (rute-asuh-didik-toge) ini diperkenalkan oleh Toge Aprilianto, penulis buku “Saatnya Melatih Anakku Berpikir”, buku ringan dan tipis namun isi yang terkandung merupakan pelajaran dan petunjuk pengasuhan anak secara rinci.

Itulah 3 hal paling mendasar yang benar-benar diperlukan oleh orangtua *menurut saya loh*. Kalau merasa ada lagi yang lain, silakan berkomentar yaa. Selamat menikmati menjadi orangtua!

istianasutanti

Halo, salam kenal ya.

Aku Istiana Sutanti, seorang ibu dari 3 orang perempuan yang hobi sekali mengajak anak-anak untuk traveling bersama.

Di blog ini aku sharing pengalaman traveling kami sekeluarga plus pelajaran parenting yang aku dapatkan, baik dari pengalaman pun dari seminar parenting.

Semoga kalian suka membaca pengalaman traveling kami dan semoga membantu untuk menentukan tujuan traveling kalian berikutnya! ;)

You may also like...

2 Comments

  1. hai,,mba,,setuju banget loh,,sabar,,ikhlas,,percaya pd anak,,aku jg punya lho,,tp aku lbh ke ilmu yg bisa dijadikan bekal untk jd orang tua,,sama jg ada 3,,cuma blm kelar nulisnya,,he he nanti mampir2 ya,,kita bisa sharing2,,kita meminati hal yg sama,,parenting,,biar tambah banyak pengetahuan kita,,

    1. wah, asik2. kasih tau yaa kalo udah kelar 😀
      ayo sharing2, seru yah dunia parenting ^^

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.