Waktu remaja pernah gak sih berselisih faham sama orang tua? Terus kalau sudah begitu, hubungan kalian gimana?
Saya sih Alhamdulillah gak pernah dulu, tapi lumayan sering ngeliat yang kayak gini, kakak saya kayanya pernah deh. Nah, keadaan begitu harusnya sih gak boleh lama-lama ya. Ya tau sendiri kan kalo sebel-sebelan sama orang itu jadi gimana? Hubungannya akan renggang. Gak heran kalau lihat banyak yang sudah dewasa pun agak gimana-gimana gitu sama orangtuanya. π
Ternyata sebagai orang tua, kita jangan gengsi untuk menyapa duluan. Malah, kita bisa jadi contoh buat mereka kelak kalau bisa jadi orang yang mau memperbaiki hubungan serta gak segan untuk minta maaf kalau salah.
Eh, tapi gak harus nunggu remaja juga kayaknya untuk membiasakan menyapa duluan saat keadaan tidak enak dengan anak. Saya pernah beberapa kali marah dengan perilaku Naia, apalagi saat-saat PMS. Tapi, keadaan itu biasanya gak berlangsung lama, marahnya juga tidak dengan cara berteriak. Lebih baik saya diam daripada harus berteriak ke anak. Karena sudah tau juga sih pengaruh teriakan itu gimana ke otak, jadi saya sebisa mungkin tidak menggunakan teriakan saat sedang marah.
Nah, saat saya diam itu, biasanya Naia main sendiri tapi dengan muka yang masam. Mulut cemberut serta gak antusias dalam bermain. Setelah emosi saya reda dan keadaan hati membaik, saya biasanya menyapa duluan dan menanyakan perasaannya tadi. Kalau ia marah pada saya, saya meminta maaf sambil menjelaskan alasan saya berbuat sesuatu yang membuatnya marah tadi.
Seperti kemarin misalnya, Naia itu keingintahuannya sudah sangat besar dan mau membantu apa saja yang orang lakukan *ngerecokin lah istilahnya xp*. Nah, waktu berkunjung ke rumah mertua, omnya Naia, adik suami sedang mengerjakan tugas kuliah. Naia yang mau tau, ikut-ikutan “repot” dengan segala sesuatu yang dikerjakan omnya itu. Saat ia sudah terlalu dekat dan sudah cukup mengganggu, saya segera tarik. Tapi, dengan begitu ia jadi marah sama saya. Seperti biasa, saya biarkan emosinya keluar dulu (dengan memastikan emosinya dikeluarkan dengan aman).
Saat reda, saya bertanya padanya “Naia marah sama mama ya?”, dia ngangguk. Saya lalu meminta maaf dan menjelaskan kenapa saya melakukan itu serta menanyakan apa yang mau ia lakukan selanjutnya. Karena ia tertarik dengan kegiatan omnya yang menempel2 lingkaran2 menjadi panjang, akhirnya saya tawarkan untuk menempel2 juga tapi menggunakan lingkaran yang lain, saya potong-potong dari map bekas warna-warni (cuma warna hijau dan kuning doank sih xp). Tapi hasilnya dia sudah tidak marah lagi dan malah senang bisa ikut “ngerjain tugas”, hihi.
Saya gak menunggu Naia yang duluan dateng karena mau meneladani sikap “memperbaiki hubungan” dengan orang lain. π
Sudah mencoba atau punya pengalaman tidak gengsi untuk menyapa anak juga? Bagi-bagi Β ya ceritanya, hehe.
Happy Parenting! ^^
Belum lama ini baru diem diem an sama mami *oops* haha..
pas ngambek, biasa si ngomong kalau ada perlu aja, alias jarang..
nah nanti lama lama makin lupa, ngobrol rame lagi, balik kaya biasa. Seperti lupa apa yang terjadi kemarin π
ahaha.. iya, kadang2 juga suka gitu yaa, ya membaik begitu aja. yang penting kan 2-2nya gak gengsi untuk saling menyapa yaa π
Kalau saya sih gak bisa kesal lama-lama sama anak, paling cuma beberapa menit, udahnya biasa lagi.. Gak masalah kalaupun harus saya yang nyapa duluan, masa saya mau kekeuh-kekeuhan sama anak sih :p
hihi.. iya ya, masa kita mau kekeuh2an sama anak :p
Sikap gengsi ini ada di karakter anak ku kedua. Dia laki-laki. Kalau kakak perempuannya lebih lunak mau meminta maaf duluan. Sekilas seperti pengaruh gender, tapi kurasa gak 100% karena itu. Banyak faktor.
salam
http://www.murtiyarini.staff.ipb.ac.id
iya, sedikit banyak emang gender ngaruh ya, tapi tetep ada beberapa faktor lainnya ya mak π