Sewaktu berkumpul bersama sahabat-sahabat saya, ada salah satu anak ~yang baru berumur 3 tahun~ dari sahabat saya yang matanya pasti akan langsung tertuju dengan gadget yang ada di tangan orang sekitarnya. Bisa punya ayahnya, ibunya, bahkan milik teman-teman orangtuanya sendiri. Setiap melihat ada gadget di dekatnya, tangannya secepat kilat menyambar dan langsung memainkanya. Hummm sampai segitunya ya kalau sudah dikenalkan gadget.
Saya lalu teringat cerita lain dimana saat satu keluarga makan di pusat perbelanjaan, anak yang mereka ajak terlihat sudah bosan dan lapar sehingga mulai “berulah”. Ia menjadi tidak tenang dan hampir tantrum. Sesaat sebelum ia tantrum, orangtuanya mengambilkan tablet dari tas mereka dan langsung diberikan kepada si anak. Walhasil si anak langsung terdiam dan menjadi anteng deh.
Image by Thiago Marques
Banyak ya sekarang orangtua yang seperti itu? Menjadikan gadget sebagai alat pendiam dan “penutup mulut”. Atau malah bisa dibilang jadi “pengasuh ketiga”nya anak, hihi. Sebelum adanya gadget-gadget canggih seperti sekarang, sebetulnya orangtua juga sudah banyak sih yang menjadikan alat elektronik sebagai “pengasuh ketiga” anak, yaitu TV. Sayangnya TV tidak bisa diajak dan dibawa kemana-mana saat itu serta bentuknya yang kurang bersahabat bagi tangan anak. Nah, karena gadget sekarang bisa dipegang langsung sama anak dan bisa dibawa kemana-mana, jadilah ia bisa menjadi “pengasuh ketiga” setiap saat dan di setiap tempat.
Sebetulnya sih sah-sah saja untuk memperkenalkan gadget ke anak sejak dini. Maklum, jaman sekarang kan memang anak sudah terpapar gadget sejak ia lahir sehingga ia menjadi generasi digital native. Yaitu orang yang sejak kecil mengenal gadget dan internet serta dengan cepat belajar fitur gadget. Nah, kita sendiri adalah generasi digital migrant. Dimana kita memang sudah mengenal beberapa alat digital atau gadget namun tidak separah dan sebanyak sekarang.