Ya, saya termasuk orang yang ingin mengajarkan bahasa inggris kepada anak saya sejak dini. Saya juga termasuk orang yang percaya kalau mengajarkan dua bahasa dapat melatih kecerdasan otak anak dan akan memudahkannya belajar bahasa lainnya kelak.
Saya dan suami juga telah merencanakan untuk mengenalkan anak-anak kami kepada bahasa Inggris sejak kecil, bahkan sebelum umur 1 tahun.
Banyak alasan sih, salah satunya karena nantinya, di masanya anak kami ~sekarangpun sepertinya sudah sih~, bahasa Inggris sudah menjadi bahasa umum yang harus dikuasai dan untuk mengembangkan pergaulannya ke manca negara kelak serta untuk melatih perkembangan mentalnya.
Pengenalan bahasa asing seperti bahasa Inggris sejak dini sangat bermanfaat bagi perkembangan mental anak
~Novita Tandry, M.Psi, Psikologi Zone
Lagipula, di banyak artikel mengenai pendidikan anak, pengajaran bahasa selain bahasa ibu itu diperlukan untuk melatih otak anak mengenal beragam bahasa. Dengan begitu, di masa yang akan datang, akan mudah baginya untuk mempelajari bahasa asing yang lain.
Menurut harianhaluan.com, waktu yang ideal untuk mengajarkan bahasa baru bagi anak adalah sejak usia 0 hingga 3 tahun karena pikirannya masih fleksibel. Pada umur 4 sampai 7 tahun, mereka memproses beberapa bahasa dalam 1 jalur. Atau dengan kata lain, seiring membangun bahasa ibu, yaitu bahasa Indonesia, mereka juga membangun sistem bahasa kedua. Jadi mereka akan mempelajari bahasa kedua tersebut seperti penduduk aslinya.
Ya, dipengaruhi perkembangan jaman serta pengaruh pembelajaran bahasa asing ~Inggris dalam hal ini~ terhadap perkembangan kecerdasan otak anak itulah kami jadi yakin akan mengenalkan dan mengajarkan bahasa tersebut sejak dini.
Karena itu saya bingung dan menjadi tidak mengerti dengan pemerintah. Hal itu dikarenakan adanya pemberitaan yang saya baca di VOA pada tanggal 12 Oktober 2012 lalu mengenai pemerintah Indonesia yang akan menghapuskan pelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar.
Disebutkan dalam berita tersebut salah satu hal yang menjadi pertimbangan penghapusan bahasa Inggris di kurikulum Sekolah Dasar adalah mengenai penguasaan dan penguatan bahasa Indonesia sebelum mempelajari bahasa asing.
Hal tersebut menurut saya sudah terbantahkan dengan riset dari J Cummins dalam buku Language, Power, and Pedagogy: Bilingual Children in The Crossfire, Manajer English First (EF) Indonesia Arleta Darusalam. Pada hasil risetnya, beliau menyatakan “anak yang mengembangkan dua kemampuan bahasa semasa sekolah akan mendapat pemahaman mendalam mengenai bahasa dan cara penggunaannya secara efektif”.
Selain itu, yang menjadi alasan adalah terbebaninya para siswa Sekolah Dasar dengan kurikulum yang ada sekarang dan ingin memfokuskan pada pendidikan karakter.
Menurut pendapat saya, terbebaninya para siswa Sekolah Dasar adalah bukan karena banyaknya bahan ajaran yang dipelajarinya, namun karena tidak menariknya pelajaran tersebut.
Seperti yang kita ketahui, usia anak Sekolah Dasar masih dalam rentang usia bermain, sehingga akan sangat menyebalkan bagi mereka untuk duduk serius dan belajar. Maka, daripada mengurangi mata pelajaran yang ada, kenapa tidak melatih guru-guru Sekolah Dasar yang ada sekarang saja untuk lebih kreatif lagi dalam mengajar?
Memang hal itu akan jauh lebih sulit dilakukan ketimbang menghapus salah satu mata pelajaran, namun hasilnya pun akan lebih efektif. Mendidik guru-guru Sekolah Dasar akan menjadikan mereka semakin kreatif mengajar sehingga anak yang diajar nantinya tidak akan merasa bosan dalam belajar karena mereka belajar dalam permainan mereka sendiri.
Sebagai contoh, salah seorang teman saya adalah seorang pengajar muda. Dia menceritakan pengalamannya mengajar anak-anak Sekolah Dasar di daerah Majene, Sulawesi Barat. Dia menyebutkan salah satu metode pengajarannya adalah dengan bermain dan menyatu dengan alam, yaitu di luar kelas. Dengan begitu, anak-anak tersebut akan merasa seperti bermain biasa padahal dirinya sedang mempelajari hal baru. Oiya, teman saya waktu itu sedang mengajarkan IPA, pernah juga Matematika. Cerita tersebut bisa dibaca di sini.
Contoh lainnya adalah berdasarkan pengalaman suami saya sendiri. Dia merasa tau cerita-cerita sejarah dan kepahlawanan Indonesia adalah dari majalah anak-anak yang sering dibelinya waktu kecil, bukan dari pelajaran di sekolah. Media yang lebih menarik juga meningkatkan minat anak untuk belajar bukan?
Jadi, menurut saya, alih-alih mengkaji ulang kurikulum dan mengurangi mata pelajaran, beri saja pengajaran yang lebih efektif dan mengena bagi para siswa Sekolah Dasar sebagai pemimpin masa depan.
Sumber-sumber yang digunakan: