“Ma, atel ma”, kata Naia suatu petang.
“Gatel apanya?”
“Inii” *sambil nungging nunjuk daerah anus.
“Coba sini mama cek”
Setelah ngecek gak ada apa-apa. “Coba mama kasih bedak ya supaya gak gatel lagi”
“Yaa”
—Malam harinya—
“Atiiitt”, kata Naia sebelum beranjak tidur. Kali ini dia menunjuk2 bagian anus ke depan mendekati vagina dan terlihat sangat kesakitan.
“Coba sini buka celananya, mama cek”
Dan, jeng jeeeng… Begitu kagetnya saya saat mendapati ada 2 cacing kecil sedang berjalan menuju vagina. Salah satunya malah sudah berada di mulut vagina, itulah yang membuat Naia sangat kesakitan. Setelah browsing sebentar baru saya ketahui itu adalah cacing kremi, hiiy. Pantas saja saat petang hari dia merasa gatal di sekitar anus, mungkin saat itu cacing-cacingnya menetas dan siap melancarkan aksinya yang lain.
Saat itu saya betul-betul shock, panik, dan speachless mengetahui kenyataan kalau Naia cacingan! huaaa. Malu pada suami, malu pada diri sendiri, terlebih lagi malu pada Allah karena tidak bisa menjaga amanahNya ini. Seketika itu juga saya berpikir kenapa Naia bisa cacingan.