Everyone Is Special

Everyone Is Special

Sabtu kemarin, 5 Desember 2015 saya punya kesempatan ikutan workshop parenting. Pengisinya siapa coba? Bu Elly Rismaaaan, huehuee. Yang di seminar beberapa tahun lalunya nempel banget di saya sampe saya bikin infografisnya. Dan karena itu juga jadi engeh kalau pengasuhan anak itu penting pake banget!

Baca juga: Kesalahan dalam Berkomunikasi dengan Anak

Di acara kemarin ada yang paling nempel banget di saya, yaitu lagunya Barney yang “Everyone is sepcial”. Lagu ini cuma ditampilkan liriknya sih sama bu Elly Risman, tapi liriknya itu berasa banget memotivasi anak untuk selalu percaya diri dan menganggap dirinya spesial. Menumbuhkan self esteem pada diri anak. Bahasa gampangnya, self esteem itu persepsi anak terhadap hidupnya, lingkungannya, dan juga bagaimana orang sekitarnya melihat dirinya. Bagaimana anak menghargai dirinya sendiri gitu lah, percaya pada dirinya sendiri, dan percaya mereka unik, karena memang setiap orang berbeda, gak ada yang sama 🙂 Continue reading “Everyone Is Special”

[Parenting] Tujuan Pengasuhan

Pertama-tama saya mau mendeklarasikan kalau saya pengen secara aktif memposting hal yang berhubungan dengan parenting. Tujuannya, selain lahan saya belajar ~jadi kalo baca-baca hal parenting dari artikel-artikel mana aja langsung aja saya simpen linknya dan saya reblog dengan bahasa saya sendiri biar lebih paham~ bisa juga lahan buat pengunjung blog saya untuk belajar ilmu parenting juga. Mudah-mudahan dengan bertambahnya konten parenting gini makin banyak orangtua-orangtua muda yang aware akan pentingnya pengasuhan anak.

Kenapa sih pengasuhan anak penting banget? Iya donk, anak itu masa depan kita, masa depan bangsa juga. Mau dibawa kemana bangsa kita kalau kita mengasuh anak dengan sembarangan?

Saya punya tujuan untuk membentuk Indonesia yang lebih baik lagi dari sekarang dengan pelan-pelan menghilangkan KKN dan segala hal buruk yang terjadi di Indonesia. Nah, saya gak bisa sendirian, jadi saya ingin generasi setelah saya juga seperti itu, saya ingin melatih mereka menjadi orang yang lebih bertanggung jawab, peduli, serta mementingkan kebenaran BUKAN mementingkan diri sendiri. Jadi di tangan generasi peneruslah bisa kita serahkan Indonesia dengan tenang. Dengan membentuk generasi masa depan yang baik, yang benar, yang bertanggung jawab, mungkin insyaAllah ke depannya kita bisa jadi negara yang bebas korupsi. “Indonesia strong from home”, begitu kira-kira kata ayah Edi 😀

Nah, mengenai judul, beberapa waktu lalu suami saya nge-share note facebook seseorang yang menuliskan summary dari seminar parenting ibu Elly Risman. Intinya adalah mengenai tujuan pengasuhan anak.

Kenapa tujuan pengasuhan itu diperlukan? Kalau kita bepergian, kita juga pasti punya tujuan, kalau tidak, kita akan berjalan entah kemana yang akhirnya nyasar dan ketika balik lagi ke rumah, kita tidak mendapat hasil apa-apa, nihil, nol, tidak bermanfaat. Begitulah kalau pengasuhan tidak memiliki tujuan 😀

direction

Karena itu, sebagai orangtua, kita, ibu dan ayah harus terlebih dahulu menyelaraskan tujuan pengasuhan dalam keluarga kita. Seminar tersebut menjelaskan pentingnya tujuan pengasuhan dan menyebutkan beberapa tujuan pengasuhan yang bisa diterapkan. Nah, di bawah ini saya menjelaskan mengenai tujuan-tujuan pengasuhan yang didapat dari seminar itu.

  1. Hamba Allah yang taqwa. Pada anak, yang pertama matang adalah systemlimbic di belakang kepala, system limbic ini berkaitan erat dengan PERASAAN. Jadi ajarkan pada anak rasa beragama dan rasa memiliki Allah. Sama halnya dengan mengajarkan padanya kecerdasan emosi terlebih dahulu. Anak yang dari kecil dikenalkan dengan berbagai macam emosi akan tumbuh menjadi anak yang memiliki empati serta rasa kepedulian tinggi terhadap sesama. Maka, untuk mereka tidaklah penting mengajarkan sebanyak-banyaknya pengetahuan ini-itu, tapi lebih penting mengajarkan PERASAAN. “Indonesia Neuroscience Society merekomendasikan, anak di bawah 4 tahun, salah satu ibu atau bapaknya HARUS dirumah, mendidik anak. Tanggung jawab mendidik agama berada ditangan AYAHNYA, ayah harus ‘alim, dialah penentu GBHK ( Garis Besar Haluan Keluarga), ibu hanya unit pelaksana teknis.”[1]
  2. Calon suami/ istri yang baik. Hal ini berkaitan dengan ketaqwaan tadi, dengan bertaqwa, kita juga mengajarkan bagaimana membentuk rumah tangga yang harmonis dengan menjadi suami/ istri yang baik.
  3. Calon ayah dan ibu yang baik. Nah, hal ini untuk membentuk generasi berikut-dan berikutnya untuk lebih baik lagi. Mereka harus diajarkan dan ditunjukkan peran ibu dan tanggung jawab ayah. Perlu juga untuk mengajarkan fungsi laki-laki dan perempuan atau ibu dan ayah itu berbeda. Yang sangat penting untuk diperhatikan lagi adalah “jangan berantem depan anak”.
  4. Membantu mereka mempunyai ilmu dan keahlian. Inilah yang menjadi fokus perhatian kita selama ini. Banyak rumah tangga yang menjadikan poin inilah satu-satunya tujuan pengasuhan mereka, padahal ini harusnya hanya salah-satu tujuan saja.
  5. Pendidik istri dan anak. Banyak hal buruk yang menjadi akibat dari kurangnya perhatian ayah kepada anak-anaknya. Contohnya saja terjadi pada artikel ini: http://nelotte.wordpress.com/2013/08/22/saya-sudah-ga-perawan-di-usia-sekolah. Hasil studi di harvard: “anak yang ayahnya involved dalam pengasuhan akan tumbuh menjadi anak yg dewasa dan suka menghibur orang, punya harga diri yang tinggi, prestasi akademis di atas rata-rata dan lebih pandai bergaul.” Setidaknya luangkan waktu minimal 30 menit untuk anak tanpa gangguan apapun termasuk gadget, quality time istilah kerennya. Dengan begitu ayah bisa menjalin kedekatan emosi secara langsung dengan anaknya.
  6. Pengayom keluarga. Didik anak laki-laki kita untuk menjadi pengayom orangtua, istri, serta anak-anak mereka. Di pundak laki-laki ada tanggung jawab terhadap 4 wanita yang harus mereka lindungi. 4 wanita tersebut adalah ibu, istri, anak perempuan, dan adik perempuannya, maka penting untuk menekankan hal ini kepada mereka.
  7. Manusia bermanfaat bagi orang lain atau sebagai pendakwah ( penyampai kebenaran). Sama halnya dengan tujuan hidup saya pribadi untuk menjadi manusia yang bermanfaat, saya ingin juga anak-anak saya kelak menjadi orang yang kebermanfaatannya dapat dirasakan banyak orang.

Tulisan lebih lengkap mengenai seminarnya bisa dibaca di sini.

Dari situ, kita bisa belajar kalau tujuan pengasuhan itu penting, biar kita sebagai orangtua punya bayangan akan bagaimana anak kita ke depannya. Dan dengan punya tujuan pengasuhan itu juga, kita jadi bisa merumuskan bagaimana cara pengasuhan yang harus diterapkan ke anak nantinya.

Jadi sebelum melakukan apa-apa, kita memang perlu merumuskan tujuan kita melakukan itu.

So, punya anak emang gak gampang, harus punya ilmunya biar anak gak terbengkalai terabaikan, hehe. Dan anak juga merupakan amanah langsung dari pencipta kita, jadi makin gak bisa sembarangan kita menjaga dan mendidiknya.

Sudahkah kalian menentukan tujuan pengasuhan bagi anak-anak? 😀

Teruntuk Perempuan

Jadi, yang saya ingat dari workshop kemarin adalah kata-kata penutup ~penutup atau jawaban pertanyaan audience yah, lupa saya~ tentang perempuan atau yang nantinya jadi ibu. Kata-katanya gak inget banget-banget, seinget saya sajah lah ini 😀

Perempuan yang lebih tinggi tingkat pendidikannya harus bersedia menjadi ibu rumah tangga dan mengasuh sendiri anak-anak mereka karena merekalah penentu masa depan anak-anak mereka dan bangsa.

Jadi, teruntuk para perempuan:

Intinya, perempuan itu harus memang sudah siap untuk jadi orangtua begitu mereka memutuskan untuk menikah. Jadi waktu untuk dirinya sendiri cukup dari sejak mereka single sampai mereka hamil. Begitu melahirkan, waktunya mereka untuk mendidik anak-anak mereka sendiri di rumah.

Yaa, gak dengan nganggur juga sih, sekarang kan banyak banget ibu-ibu yang bekerja dari rumah, entah bisnis online, part time, atau pekerja freelance seperti saya. Pastinya bukan yang bekerja full time yang sudah tentu waktu untuk mengasuh sangatlah kurang, bahkan mungkin tidak ada. Pasti ada jalannya deh kalau sudah berniat untuk mengurus anak sendiri tanpa diserahkan ke pengasuh atau orang tua.

Untuk apa sekolah dan berpendidikan tinggi jika anak kita diasuh oleh yang pendidikannya lebih rendah bukan? ~maaf, saya bukan mengecilkan pengasuh atau orang tua ya, hanya saja akan sayang sekali jika perkembangan anak kita sendiri bukanlah kita sendiri yang pertama mengetahuinya. Lagipula, dengan kita mengasuh dan mendidiknya sendiri dengan tangan kita sendiri, kita jadi memiliki hubungan yang lebih dekat dan lebih mengerti diri anak-anak kita kan? Setidaknya inilah yang saya yakini. 😀

MengasuhAnak
Mengasuh Anak

Nah, setelah anak terakhir, anak terakhir loh ya sudah terbentuk pribadinya dan sudah bisa mandiri, barulah kita bisa sibuk dengan diri kita lagi. Entah dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau menjajaki dunia pekerjaan demi mengejar karir lagi. Ini sih yang dikatakan oleh bunda Elly, tapi saya sangat-sangat setuju.

Saya pun punya rencana untuk itu. Saya sangat ingin sekolah kuliah lagi dan sibuk dengan diri saya lagi. Tapi nanti, saya yakin pasti akan ada waktunya untuk itu. Sekarang saatnya saya memberikan seluruh waktu untuk mengasuh anak 😀 ~yah, pekerjaan freelance ini kan biar gak bosen aja di rumah, ya gak? hehehe.

Alhamdulillah saya merasa telah mengambil keputusan yang tepat dengan keluar dari pekerjaan dan menjadi freelancer demi mengasuh anak. Semoga saya bisa mendidik dan mengasuhnya hingga ia dewasa dan menjadi orang yang berguna nantinya, baik bagi dirinya sendiri, lingkungannya, bangsanya, bahkan agamanya, Amiiin.

Kesalahan dalam Berkomunikasi dengan Anak

Sungguh tidak menyesal kemarin ikut workshop parenting bunda Elly Risman mengenai komunikasi pengasuhan anak yang efektif.

Jadi ceritanya hari Rabu atau Kamis kemarin suami nemu iklan workshop parenting yang diadain hari Sabtu mengenai komunikasi pengasuhan anak yang efektif. Nah, awalnya kita cuma mau menginformasikan kaka saya yang sudah punya anak 3 untuk ikutan itu. Lumayan kan, toh bayarnya gak mahal-mahal amat, cukup 50ribu.

Workshop Parenting
Workshop Parenting

Begitu kaka saya daftar, kita pikir kenapa kita juga gak ikutan aja, gak ada salahnya tuh. Oke, jadi kita bertiga deh yang ikutan. Dan kebetulan saya dan suami juga belum pernah hadir di workshop atau seminar parenting kaya gini.

Jangan remehkan workshop2 atau seminar2 parenting loh. Karena, gak ada kan sekolah untuk jadi orangtua? Jadi darimana lagi kita bisa dapet ilmu parenting kaya gini. Dari orang tua, oke. Tapi ada beberapa hal yang perlu diubah sih dari pengasuhan orangtua. Karena, orangtua mengasuh kita pada zamannya, sedangkan kita mengasuh anak-anak kita untuk zaman mereka nantinya, yang kita sendiri belum tau akan seperti apa. Dari internet juga banyak sih. Tapi menurut saya seminar2 parenting kaya gini lebih melengkapi lagi.

Sebetulnya saya cuma mau sharing tentang apa yang paling saya inget kemarin, tapi sekalian aja ah, summarize materi workshopnya kemarin 😀

Jadi, intinya kemarin itu membicarakan mengenai 10 kekeliruan dalam berkomunikasi dengan anak dan cara mengatasinya. Ini dia 10 hal itu:

1. Bicara tergesa-gesa. Gaya seperti ini menyebabkan anak tidak mengerti dan menangkap maksud dari pembicaraan kita sehingga mereka akan mengacuhkan apa yang kita bicarakan. Nah, untuk mengatasinya ya pastinya bicara pelan-pelan dan di waktu yang tepat.

2. Tidak kenal diri sendiri. Nah, kalau tidak kenal diri sendiri bagaimana kita mau mengenal anak kita kan? hehe. Intinya kita harus mengenal diri kita sendiri dulu. Tau siapa kita, apa kelebihan dan kekurangan kita, serta hal-hal kecil yang membentuk pribadi kita. Dengan begitu, kita bisa mengenal dan bisa mengerti anak kita nantinya.

3. Lupa: Setiap individu unik. Yap, kadang-kadang sebagai orangtua kita lupa kalau setiap individu itu unik jadi sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya. Padahal ya gak bisa dibandingkan, karena setiap anak ya pasti berbeda karena mereka unik. Jadi, selalu tanamkan dalam otak kita bahwa setiap individu itu unik.

4. Perbedaan: “Needs & Wants!” Terkadang kita juga gak bisa membedakan mana yang menjadi kebutuhan mereka dan mana  yang menjadi keinginan kita sehingga kita sering memaksakan apa yang kita mau terhadap anak. Ada baiknya kita harus lebih memahami bahwa keinginan dan kebutuhan itu sebenarnya berbeda.

5. Tidak membaca bahasa tubuh. Yap, bahasa tubuh adalah salah satu cara untuk menyampaikan perasaan. Jadi, kalau kita mengacuhkan bahasa tubuh anak, bagaimana kita bisa mengerti dan anak itu bisa berkomunikasi dengan kita? Pelajarilah bahasa tubuh orang lain untuk bisa memahami perasaannya.

6. Tidak mendengar perasaan. Nah, yang ini agak berhubungan dengan no. 5. Kalau kita sudah tidak membaca bahasa tubuh, kita jadi tidak bisa mendengar apa yang mereka rasakan. Maka, jika bahasa tubuh sudah bisa kita kenali, kita bisa mengetahui apa yang mereka rasakan sehingga bisa membuka jalur komunikasi. Tanya dan tebak perasaan yang sedang mereka rasakan. Contoh: “Capek ya?” “Kesal?” “Wah, tega ya?”

7. Kurang mendengar aktif. Biasanya sebelum anak menyampaikan atau cerita mengenai dirinya, kita sudah memotong pembicaraannya dengan aturan2 kita. Inilah yang membuat mereka jadi tidak membuka komunikasi dengan kita, kita duluan yang menutupnya. So, jadilah pendengar yang lebih aktif, sabarlah mendengarkan cerita-cerita dan keluhan-keluhan anak.

8. Menggunakan 12 gaya populer. Yang termasuk dalam 12 gaya populer itu adalah: a.) memerintah, b.) menyalahkan, c.) meremehkan, d.) membandingkan, e.) mencap / label, f.) mengancam, g.) menasehati, h.) membohongi, i.) menghibur, j.) mengkritik, k.) menyindir, l.) menganalisa. Nah, kalau kita menerapkan itu semua, akibatnya anak jadi tidak percaya diri. Jadi, hindari 12 gaya populer ini ya 😀

9. Tidak memisahkan masalah siapa. Seringkali kita ikut campur masalah anak dan menyelesaikannya. Padahal dalam masalah itulah mereka bisa belajar bertanggung jawab dan memutuskan yang terbaik. Anak perlu dilatih untuk BMM (Berfikir – Memilih – Mengambil keputusan). Jadi kitapun harus belajar memisahkan masalah anak dan masalah kita sendiri.

10. Selalu menyampaikan pesan “Kamu”. Hal itu mengesankan dia akan selalu salah. Walaupun maksud kita benar, tapi yang ditangkap oleh mereka adalah mereka salah. Belajarlah menyampaikan pesan “Saya”. Contohnya: “Saya (mama/papa) marah kalau kamu pulang larut malam karena mama khawatir ada apa-apa dengan kamu.”

Heheh, itu semua kira-kira yang kemarin disampaikan, sedikit sih. Emang paling enak ikutan workshopnya, jadi semuanya bisa lebih jelas 😀

Nah, yang paling saya ingat dari workshop kemarin saya pisah aja ah, kepanjangan dijadiin satu postingan 😛