Image by Montecruz Foto on Flickr
Punya anak ituh yah seakan-akan kita belajar mengenai diri kita sendiri juga. Bagaimana tidak, kita sebagai orangtua biasanya menuntut anak untuk bisa ini itu dan untuk punya segala kebiasaan baik. Sedangkan kita sendiri gimana? Apa kita udah punya kebiasaan baik yang kita inginkan dari anak kita?
Walaupun saya baru punya anak 1 dan itu juga baru mau 2 tahun, saya udah sering banget nulis hal-hal tentang parenting. Bukan karena saya udah jadi orangtua yang segitu sempurnanya banget. Belum. Sama sekali belum. Masih jauh banget malah dari sempurna. Saya memang gak mencari kesempurnaan sih, saya mencari kebahagiaan. #asseek
Saya hanya mau menuliskan hasil yang saya pelajari saja dari buku-buku yang saya baca, milis yang saya ikuti, sampai seminar yang saya datangi. Dan ditambah lagi dengan pengalaman yang masih jauh dari cukup ini. Dan hal itu bukan untuk menggurui siapa-siapa, tapi saya gunakan sebagai pengingat diri pribadi. Sukur-sukur tulisan saya ada yang baca jadi bisa menjaring lebih banyak orang lagi yang sadar akan pentingnya hal yang namanya pengasuhan anak ini.
Saya juga orangtua yang sering kesal dan pernah marah kok. Ya siapa coba yang gak pernah marah dan kesal karena anak? Apalagi kalau anak sedang rewel-rewelnya yang entah disebabkan oleh apa. Apalagi *lagi*, anak saya sudah hampir 2 tahun, yang sudah mulai sedikit lebih aktif lagi dibanding kemarin-kemarin. Malah saya merasa mulai di umur 18 bulan ke atas itu adalah masa-masa anak sudah mulai menjadi ujian kesabaran untuk orangtua, terutama saya dan suami. Nah, tergantung sikap kita deh mau menyikapinya dengan kesabaran yang tiada batasnya itu atau mau kehilangan kesabaran? Kalau sudah kehilangan kesabaran, artinya kita perlu belajar lagi dan lagi untuk bisa lebih bersabar.
Di milis parenting yang saya ikuti juga bukan melulu tentang anak yang kita keluhkan dan ceritakan. Tetapi, bagaimana diri kita bisa bersepakat dengan diri sendiri. Bagaimana diri kita bisa menjadi dewasa. Bagaimana diri kita bisa mengendalikan emosi. Dan bagaimana diri ini menjadi manusia yang lebih menghargai manusia lainnya, termasuk anak kita sendiri.
Sabar
Pelajaran sabar ini memang akan selalu dan selalu menjadi yang tersulit selain pelajaran ikhlas. Sampai saat ini apakah saya merupakan termasuk orang yang sabar? Belum, hehe.
Tapi, saya mau terus melatih kesabaran ini. Karena tanpa sabar, saya tidak bisa memberikan teladan yang baik untuk anak. Bahkan tidak bisa untuk sekedar mendengar apa yang sebenarnya anak inginkan. Tanpa sabar, rengekan anak akan selalu menjadi sebuah gangguan yang memekakkan telinga. Tanpa sabar, saya tidak bisa berkomunikasi dengan enak, baik dengan anak ataupun dengan pasangan. Tanpa sabar, saya bisa selalu marah-marah dan bersikap egois.
Pengendalian emosi
Saya pernah menulis tentang menyalurkan emosi di blog saya dan menulis blog adalah salah satu cara saya menyalurkan emosi, hehe. Selain menulis blog adalah penyaluran yang aman, saya juga merasa nyaman dengan ini. Karena, inti dari pengendalian emosi adalah dengan tidak menahannya, melainkan menyalurkannya dengan aman dan nyaman. Kalau emosi ditahan, akan bisa menjadi seperti bom waktu yang bisa meledak tiba-tiba. Sebaliknya, kalau emosi selalu dilampiaskan dengan cara yang tidak baik, bisa-bisa merusak lingkungan, orang lain, bahkan diri sendiri.
Image by iamdez
Yap, menyalurkan emosi secara aman dan nyaman adalah penyaluran yang tidak merusak lingkungan sekitar, menyakiti orang lain, atau menyakiti diri sendiri. Tanya pada diri sendiri deh, penyaluran emosi kita sudah aman dan nyamankah? Karena penyaluran emosi ini harus ada. Agar itu tadi, emosinya tidak mengendap dan menumpuk.
Nah, semenjak menikah, apalagi setelah dikaruniai seorang anak, saya jadi mau belajar lagi dan lagi dalam segala hal, termasuk pengendalian emosi ini. Saya sih berpikirnya saya mau anak saya nanti mandiri dan bisa mengendalikan emosinya. Nah, kalau saya mau anak saya begitu, ya saya juga harus seperti itu terlebih dahulu donk agar bisa memberi contoh 😀
Pengendalian emosi ini gak melulu mengenai cara menyalurkannya secara aman dan nyaman. Tapi juga mengenai cara “parkir” emosi atau menahannya sejenak untuk bisa disalurkan kemudian. Maksudnya apa? Kalau sewaktu-waktu emosi kita tiba-tiba memuncak karena anak yang rewel, tidak mungkin kan kita serta merta meninggalkan anak itu lalu menyalurkan emosi kita? Dengan membuka laptop dan ngeblog misalnya. Enggak, gak bisa gitu. “Parkir” emosi adalah cara menahan emosi tersebut sebentar dan menenangkan diri terlebih dahulu untuk selanjutnya emosi tersebut disalurkan pada waktu yang tepat dengan cara yang tepat juga. *self definition*
Saya juga pernah emosi karena Naia rewelnya bukan main kok, dan saya gak mengerti dia maunya apa. Saya juga seringkali hampir saja berteriak ke Naia saking kesalnya. Pernah kok, akhir-akhir ini sering malah, bohong deh kalo saya bilang gak pernah, hehe. Tapi ya itu tadi, seiring waktu, saya belajar lagi dan lagi untuk bisa memarkirkan emosi saya dan menyalurkannya di waktu yang tepat 😀
Haik! Makasih banget atas tips2nya ya mak. Betul blog itu semacam sanctuaru 🙂