Bisakah? Atau mungkinkah?
gambar dari http://www.babycenter.com.au/a1040560/tantrums
Dari beberapa bacaan mengenai tantrum, saya berpendapat bahwa tantrum pada anak mungkin bisa dicegah. Baru saja kemarin saya membaca artikel mengenai strategi menghadapi anak tantrum di facebook. Dan karena sebelumnya saya juga pernah baca di babycenter, jadilah kepikiran, “sebenernya tantrum bisa dicegah gak sih? lebih baik mencegah daripada mengobati bukan? hehe”.
Pada email babycenter yang rutin dikirim ke inbox saya menyebutkan kalau memang pada anak usia 1-3 tahun wajar sekali akan adanya tantrum. Tetapi berhubung kita juga tidak bisa memastikan kapan tantrum akan terjadi, kita bisa sedikit mencegahnya dengan memastikan makan dan tidurnya cukup. Tidur yang kurang dan perut yang lapar adalah beberapa hal yang berpotensi menyebabkan anak tantrum.
Remember, a hungry,Β sleep-deprived toddler is a meltdown waiting to happen. ~babycenter
Kalau di bagian akhir artikel ini, ada beberapa hal lainnya yang memungkinkan terjadinya tantrum.
- Lapar
- Kaget dengan situasi baru atau aktifitas baru ~misalkan sedang bermain dan aktifitas berikutnya adalah mandi~. Di sana juga menjelaskan bagaimana transisi aktifitas sebaiknya dilakukan.
- Kegiatan yang terlalu banyak ~mungkin kita bepergian ke 3 atau 4 tempat dalam satu hari~. Dengan kegiatan yang terlalu banyak begitu, anak akan capek. Kita saja sebagai orang dewasa kalau sudah capek begitu emosi akan sangat cepat sekali tersulut, apalagi anak kecil, hehe.
- Ketegangan orangtua. Atau, saya biasa menyebutkan dengan emosi orangtua yang sedang tidak stabil. Disaat kita sebagai orangtua kurang cukup istirahat dan atau kurang mendapatkan “me” time, maka akan sangat berdampak bagi pola interaksi kita terhadap anak. Saya pun terkadang mengalaminya dan walhasil Naia bisa merengek-rengek gak jelas ke saya dan saya hanya diam untuk meredakan emosi. π
Jadi, pencegahannya bagaimana? Ya dengan menghindari penyebab tantrum tadi.
- Pastikan tidurnya cukup. Saya jadi jarang dan gak mau membangunkan Naia yang sedang tidur walaupun kami harus pergi ~kecuali yang perginya bergantung pada orang lain~. Soalnya saat Naia kurang tidur sedikit saja, maka hilanglah sifatnya yang ceria dan gak mau diem, dan timbul sifat yang selalu merengek π
- Pastikan perutnya kenyang. Kalaupun anak lapar padahal belum jam makannya, ya beri saja biskuit atau cemilan kesukaannya π . Saya masih suka gagal dalam hal ini, huhu.
- Temani saat berada dalam lingkungan baru. Setiap anak memiliki waktu untuk mengenali dan nyaman dengan situasi baru, jadi tunggu sampai anak benar-benar merasa aman berada di lingkungan tersebut barulah mengajaknya beraktifitas. Naia juga bukan termasuk anak yang langsung merasa nyaman saat berada di lingkungan baru, jadi sering banget saya biarkan menempel terus sama saya sampai dia mau berinteraksi dengan sendirinya.
- Beri penjelasan atau peringatan akan pergantian aktifitas.
- Siapkan hati sepenuhnya saat berhadapan dengan anak. Anak bisa melihat ketidakstabilan emosi kita lho. Misalnya saja, saat emosi saya mudah sekali tersulut, Naia malah sengaja berbuat hal yang memicu emosi ~seperti membuang makanannya atau membanting barang~. Nah, saat keadaan seperti itu saya berpikir kembali apa yang menyebabkan itu, dan saya harus menenangkan diri terlebih dahulu deh baru berinteraksi lagi. Saat pikiran dan hati saya sepenuhnya untuk Naia, ya interaksi kami sangat enak dan nyaman, gak ada nangis2an atau jerit-jeritan. Happy mom raise happy kids.
Nah, kalau kita sudah melihat tanda-tanda awal si anak akan tantrum, mengalihkan perhatiannya juga termasuk salah satu pencegahan lho.
If you sense a tantrum is on the way, try distracting your child by changing locations, giving him a toy, or doing something he doesn’t expect, like making a silly face or pointing at a bird. ~babycenter
Lalu saya ingat dengan buku ayah Edi, ayah Edi menjawab 100 persoalan mendidik anak. Pas sekali, pada curhatan pertama, si orangtua bertanya mengenai anak yang menjadikan tangisan sebagai senjata untuk mendapatkan keinginannya, apalagi kalau perilaku tersebut dilakukan di tempat umum.
Di situ memang tidak dibahas khusus mengenai tantrum, tetapi menurut pendapat saya, menangis sampai menjerit-jerit untuk mendapatkan sesuatu termasuk tantrum juga. Dan ayah Edi menyebutkan kalau menjerit-jerit seperti itu adalah proses eskalasi setelah ia merasa gagal mendapat yang diinginkannya hanya dengan menangis. Jadi, tantrum adalah puncak emosi saat keinginan anak tidak tercapai. Sama seperti gambaran grafik di strategi menghadapi anak tantrum.
Jadi, menurut ayah Edi, sebaiknya orangtua bisa mencairkan suasana ketika anak masih berada pada tahap awal. Bisa dengan mengalihkan perhatiannya seperti yang telah disebutkan π
Ah, tapi bukan berarti kita tidak mempedulikan keinginan anak. Setelah anak tenang dan cukup senang, kita bisa membicarakan masalah ini hati ke hati *cieeh*, jelaskan alasan kenapa kita tidak mau memenuhi keinginannya itu.
Yuk, kita lakukan sebisa mungkin untuk mencegah terjadinya tantrum π
Links:
Sepengetahuan saya ketika anak tantrum semisal menangis, orang tua jangan langsung bereaksi.
Dibiarkan dulu sampai si anak capek dan berhenti sendiri, begitu sudah tenang baru diberi pengertian untuk yang benar bagaimana.
kalau untuk mengatasi anak yang sudah tantrum, bisa dibaca di link yang ada di postingan mba, saya cuma berpendapat kalau tantrum bisa dicegah, hehe
tapi kalau tantrum semisal menangis, setau saya reaksi orangtua tergantung tantrumnya karena apa. kalau strategi untuk mendapatkan sesuatu, iya kita jangan bereaksi. tapi kalau tantrum karena emosi *mungkin ketakutan akan sesuatu*, harus kita tenangkan lho, kalau kita tidak bereaksi artinya kita mengabaikan emosinya dan dia jadi berpikir kalau kita tidak peduli dengan apa yang dia rasakan. yang saya tau sih begitu π
betul, betul, setuju dengan ayah edi. sebelum tantrum terjadi, memang dialihkan sebelum pada puncaknya. karena memang repot sekali menenangkan anak ketika tantrum itu sudah datang π
iyaa.. kalau sudah tantrum kitanya bisa keikut emosi, hihihi π
#noted