Parenting

PAUD Bisnis Semata?

Iyaa, ini memang udah beberapa hari yaa ramainya. Saya sebetulnya udah mau komentar sejak baca cuitannya juga sih beberapa hari yang lalu. Tapi maju mundur, terus barusan liat “balasan” seorang guru PAUD, jadi mau ikut-ikutan deh ngomentarin masalah ini, huehehe.

Eh, maap ya tapinya, bukan sekedar ikut-ikutan kok beneran. Cuma mau ngasih tau pandangan dari seorang ibu rumah tangga aja yang sehari-harinya sama anak-anak di rumah, hampir 24 jam. Eh, ya 24 jam sih malah ya sama yang kecil. Sama kakaknya 24 jam sehari saat liburan sekolah kemarin, hehehe.

Liat cuitan pertama dari dokter itu yang langsung memvonis semua PAUD adalah bisnis semata, saya yang langsung “hmm ni orang mainnya kurang jauh kali ya”.

Udah gitu dia emang menyebutkan kalau ada PAUD yang udah dikasih PR. Nahloh, dia mainnya ke PAUD mana ya?

Iya, mungkin memang ada yang begitu, tapi seberapa banyak? Saya malah ngeliatnya PAUD itu justru kebanyakan yang gak cuma bisnis. Apalagi di daerah-daerah padat penduduk, hampir semuanya itu muraahhh banget. Di lingkungan rumah saya yang dulu aja, PAUD cuma bayar 30.000 per bulan. PER BULAN LOH (ini tahun 2014 ya). Bayangin, TIGA PULUH RIBU! Apanya yang bisnis coba? Segitu sih buat bayar yang ngajar juga kurang kan? huhu. Rutin ngasih snack pula untuk anak-anak yang hadir. Saya curiganya malah gak dibayar itu pengajarnya karena uangnya habis untuk snack. Jadi ya gimana saya mau setuju sama pendapatnya yang bilang PAUD itu hanya bisnis? duuh.

Terus beneran donk ada yang bales cuitan itu dan cerita kalau ibunya itu ngajar PAUD tapi gak dibayar alias kerja sosial. Tuh, tambah bukti lagi kan kalau memang ada PAUD PAUD lain dari yang dibilang mas mas dokter ini.

Selain itu, PAUD PAUD yang saya sebut di atas, yang bukan hanya sekedar bisnis (boro-boro bisnis ya bu, buat bayar sewa tempat juga kurang ituh) kebanyakan tujuannya untuk mengumpulkan anak-anak dan mengarahkan kegiatan mereka. Mengarahkan loh ya, bukan memaksakan. Demi apa? Demi memaksimalkan perkembangan anak-anak di sekitar PAUD itu. Memaksimalkan perkembangan fisik, motorik, dan kognitif mereka. Biar mereka juga bisa “dilihat” sudah seusaikah perkembangannya dengan umurnya?

Anw, sebelum terlalu panjang, PAUD yang saya omongin bukan PAUD yang ngasih PR ya. Karena yaelah, anak-anak umur segitu (PAUD biasanya sekitar 3-4 tahun kan ya? eh, ada yang dari 2 tahun deng) ya belum ngerti lah dengan yang namanya tugas, emang masih main-main banget. Makanya PAUD juga biasanya kan emang cuma main-main. Main yang terarah.

Apalagi ya mas, PAUD itu juga bisa memberi “napas” sebentar bagi orangtua yang seharian membersamai anak di rumah. Iya, saya setujuuu sekali kalau taman bermain terbaik untuk anak itu orangtuanya. Paham, paham banget kok maksudnya. Tapi, kayanya masnya ini belum nikah dan belum punya anak ya? Kalau udah, pasti ngerti deh seberapa besar energi anak-anak itu. Gak banyak orangtua yang bisa ngikutin semangatnya mereka. Dari pagi sampai malam, bahkan sampai siang aja, belum tentu banyak yang belum kelelahan mendampingi mereka. Energi anak-anak itu jauuh lebih besar mas dari orangtuanya, dari kita.

Jadi ya kalau orangtua dituntut untuk seharian sama anak-anak, ya belum tentu semuanya bisa. Sama seperti anak yang dimengerti kalau mereka pasti berbeda satu sama lain. Orangtua pun butuh dimengerti kalau berbeda satu sama lain (ya kan anak-anak gedenya jadi orang dewasa yang berbeda satu sama lain juga. Betul gak?).

Ada, dan banyak juga yang bisa membersamai anak seharian, memberikan waktu yang betul-betul berkualitas. Tapi banyak juga yang kelelahan, baik fisik maupun mental. Jadi yah, anak di PAUD sekitar 2-3 jam itu betul-betul membantu para orangtua agar tetap waras mas.

Jadi, walau orangtua seharian di rumah sama anak, berapa lama sih waktu yang benar-benar berkualitas bersama anak? Apalagi di lingkungan-lingkungan padat penduduk seperti yang saya bilang tadi, yang kebanyakan dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Kebanyakan memang orangtuanya (ibu khususnya) di rumah, tapi ya kebanyakan dari mereka juga gak banyak yang mengerti perkembangan anak dan fokusnya ke pekerjaan rumah, ya masak, nyuci, beresin rumah, dlsb. Kalaupun ibunya juga bekerja, anak jadi dititipkan sama pengasuh yang belum tentu juga mengerti perkembangan anak. Jadi ya anaknya ya dibebaskan aja gitu main. Bagus sih, tapi dibebaskannya bener-bener “dibebaskan” (if you know what I mean).

Mau nonton tv ya silakaan, main game di hp seharian, ya monggoo, toh emang ada gadgetnya. Tapii manjat-manjat dikit malah diomelin, mau nyuci sendal dibilangnya main air, mau gambar-gambar malah diomeliin. Iya diomelin karena gambar-gambarnya di tembok, huehehe. Karena mereka gak dikasih arahan kan sebaiknya gambar-gambar atau menulis di mana, ya jadinya di tempat yang paling mudah mereka jangkau lah, tembok. hee

Intinya ya gitu, gak banyak dari mereka (orangtua kalangan mengengah ke bawah) yang mengerti perkembangan anak. Gak banyak dari mereka yang paham sebaiknya ngapain aja di rumah sama anak.

Jadi ya jangan heran walau sebagian besar waktunya memang di rumah bersama anak, tapi belum tentu waktunya berkualitas. Belum tentu loh ya, bukan pasti gak berkualitas. 15 menit sampai 2 jam itu udah cukup kok kayanya buat main sama-sama anak. Selebihnya ya itu tadi. Orangtuanya kebanyakan sibuk mengurus pekerjaan rumah tangga, atau sibuk bekerja dua-duanya, jadi anak belum tentu bisa terlihat perkembangannya sudah sejauh apa.

Jadi ya daripada nonton tv seharian di rumah, atau daripada kecanduan gadget, ya gak ada salahnya kan masuk PAUD 2-3 jam per hari. Itu juga gak tiap hari kok, biasanya cuma 2-3 hari aja per minggu. Iya kan?

Apalagi di PAUD juga bisa bersosialisasi kan. Seberapa banyak anak-anak bisa bersosialisasi di rumah? Jaman sekarang tuh anak-anak kebanyakan gak punya temen main. Orangtua udah parno duluan kalau membiarkan anak main di luar rumah tanpa diawasi. Makin banyak orang jahat cyiin.

Tapi di lingkungan yang saya sebut tadi mungkin sih masih banyak ya yang bisa bersosialisasi di lingkungan rumahnya, karena memang ada beberapa anak seumuran (atau yang rentang usianya berdekatan). Tapi di lingkungan yang lebih sepi, banyak kok anak-anak yang memang anak rumahan dan minim teman bermain, terlebih yang seusianya. Jadi yah, salah satu fungsi PAUD juga bisa mengembangkan kemampuan sosialnya anak juga 😀

Kalau disimpulkan. Gak semua PAUD itu cuma bisnis, sama seperti gak semua PAUD itu kerja sosial. Yah, emang ada dari 2 sisi itu lah. Tapi PAUD yang bukan bisnis ini beneran ngasih manfaat kok saya ngeliatnya. 1.) Mengarahkan anak dan memberi kesempatan pada mereka untuk lebih bisa mengembangkan kemampuan fisik, motorik, kognitif sesuai dengan umurnya. 2.) Memberi kesempatan orangtua untuk beristirahat sejenak dari kelelahan mengurus anak. Sekali lagi, jangan dikira mengurus anak seharian itu gak capek ya, hehe. Selain menguras tenaga, menguras emosi juga loh, wkwkwk. 3.) Memberi kesempatan anak untuk mengembangkan kemampuan sosialisasinya.

Jadi… Jadi apa ya, haha. Jadi, jadi orang mbok ya jangan terlalu cepat menyimpulkan dan ngejudge gitu ah. Anak mau masuk PAUD atau enggak, tergantung kondisi orangtua dan kondisi anak itu sendiri lagi. Kalau dirasa perlu, ya masukin lah, kalau dirasa gak perlu ya gak usah.

Naia dulu juga gak PAUD kok, karena saya Alhamdulillah bisa memfasilitasinya di rumah. Tapi dia TK karena dia yang minta sekolah. Jadi ya, kalau anak siap, dia bisa minta sendiri. Kalau belum terlihat, kita bisa uji coba (jaman sekarang bahasa kerennya “sit in”) dengan ikut belajar di PAUD atau sekolah yang diincar. Kalau anaknya dirasa belum siap dan gak mau malah nangis, ya berarti jangan memaksakan mereka. Kalau dirasa sudah siap, ya lanjutkan, hehehe.

So, mau PAUD atau enggaknya tergantung kondisi kita masing-masing ya bu. Inget, jangan cari PAUD yang ada PRnya, nanti diomelin mas mas dokter ituh, hihihi

**Terus di akhir postingan ini saya baru mikir dan menyadari. Apakah (bacanya pake intonasi pembawa acara S*let ya, wkwkwk) si mas mas ini sengaja bikin cuitan seperti itu demi mendongkrak sosmednya? nyehehehehe…

istianasutanti

Halo, salam kenal ya.

Aku Istiana Sutanti, seorang ibu dari 3 orang perempuan yang hobi sekali mengajak anak-anak untuk traveling bersama.

Di blog ini aku sharing pengalaman traveling kami sekeluarga plus pelajaran parenting yang aku dapatkan, baik dari pengalaman pun dari seminar parenting.

Semoga kalian suka membaca pengalaman traveling kami dan semoga membantu untuk menentukan tujuan traveling kalian berikutnya! ;)

You may also like...

8 Comments

  1. Iya, tidak semua PAUD hanya mikirin bisnis. Mungkin yg dimaksud masnya juga termasuk playgroup utk kelas menengah ke atas.

    Iya, banyak yang terbantu dengan adanya PAUD ini. Temenku yg juga blogger sering memanfaatkan PAUD ketika ada pekerjaan yg mengharuskan meninggalkan anak. Lebih aman.

    Dan ya, aku juga setuju dengan mas dokter di bagian utk usia 0 – 5 tahun (aku lupa pastinya cuitan mas dokter XD) tubuh orangtua adalah playground terbaik mereka. Dalam hal ini bounding, melatih motorik kasar dan halus. Pokoknya madrasah pertama anak adalah ortu, gitulah ya kira-kira.

    🙂

    1. Iya mbak, mungkin maksud dia PAUD untuk yang menengah ke atas yaa. Walau PAUD untuk menengah ke atas juga gak melulu bisnis. Lagipula apa salahnya deh kalau memang itu bisnis? Asal bisa mengembangkan & mengarahkan anak sesuai perkembangannya sih ya gak masalah kan? Hehehe. Makanya emang perlu banget ya pilih pilih PAUD yang sesuai. ?

  2. Hahaha, kocak lah dia. Gw rasa bnr dianblm nikah blm punya anak jd asal jeplak aja ??? bnr koq di RW gw 30rb byrnya dan ga da tgs, ada tugas krn kponakan gw ga slese bikinnya wkwkwkwk yaelah tugasnya cuman sehalaman yg dimana bukunya jaraknya gede2 dan itu mah ga dikerjain jg ga da punishmentnya hahaha… Mas2 nya jg kebanyakan micin tuh wkwkwkwk ????

  3. PAUD anak ku cuma bayar 50.000 aja lho per bulan dan itu pun kadang saya jemputnya agak telat karena belum kelar ngurus rumah. Kadang suka nggak enak sendiri sama guru-gurunya tapi Alhamdulillah guru-guru di sekolah anakku baik-baik. Malah kadng saya mikir kayaknya bayaran guru PAUD nggak sepadan sama lelahnya.

  4. Di desa saya ada PAUD yang bayar 10 ribu lho mbak sebulan. Wkwkwk Aku juga gemeesss pas liat cuitan itu, hih.

  5. Penasaran siapa sih mas dokternya? Kudet nih ?

  6. Setuju mbak, iuran PAUD kebanyakan paling habis buat snack anak2nya hehehe 😀

    Saya sendiri belum lihat postingan si mas itu tentang PAUD yang dibisniskan sih, tapi kemungkinan soal PAUD & TK yg “mewah”. Di Jogja juga udah mulai kelihatan ada beberapa yang seperti itu (yang anak didiknya bahkan sampai dijemput pakai mobil oleh pihak sekolah)

  7. tiwi rizki says:

    saya juga merasa belum bisa memberikan kegiatan yg berkualitas, jadi rencananya masukin paud ajaa mbak. dan demi memgembangkan jiwa sosial anak saya jugaa sih.. jd makin mantep deh baca ini..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.