Keputusan saya untuk bekerja di rumah setelah punya anak sangat saya syukuri. Pasalnya, saya bisa menyediakan waktu seharian penuh untuk anak saya. Tapi terkadang, waktu seharian itu bukan waktu yang benar-benar berkualitas sih karena pikiran saya dipenuhi oleh hal lain #ups. Ya misalnya saja pekerjaan yang belum selesai, atau sekedar masih ingin ngobrol atau berinteraksi di dunia maya. Terkadang walaupun saya bersama Naia, tangan saya tidak lepas dari gadget *huhu*. Iya, saya jadi merasa bersalah kalau sadar telah begitu.
Yang membuat saya sadar dan merasa bersalah terkadang karena Naia yang mulai melempar-lempar mainannya atau merengek-rengek gak jelas minta perhatian. Alih-alih kesal *awalnya sebel juga sih padahal XP* dengan rengekan dan tindakannya melempar barang itu, saya yang jadi mikir ke dalam diri sendiri, ini berarti saya sudah mengambil waktu berharga kami. Ya seketika itu juga saya berusaha biar bisa asik lagi dan main berdua lagi deh. Dengan begitu, waktunya dihabiskan dengan berkualitas lagi, hehe.
Namun, biasanya orangtua yang keduanya bekerja memaklumi kenakalan anaknya seperti itu. Mereka sih berpendapat karena si anak kurang perhatian dari mereka, jadi wajar deh kalau cari perhatian dengan perilakunya yang buruk. Atau kalau nilai sekolahnya jelek, mereka bukannya menasehati si anak dan berusaha memperbaikinya, tapi malah menyalahkan diri sendiri karena kurang memperhatikan kebutuhan pendidikan anaknya. Akhirnya si anak tetap saja nilainya jelek dan perilakunya buruk.
Tapi, walau merasa salah mereka tetap saja melanjutkan hidupnya seperti itu. Sibuk dengan pekerjaan masing-masing -> kurang waktu dengan anak -> anak berperilaku buruk -> memakluminya dan merasa salah -> dibiarkan -> tetap sibuk. Ya gak akan kemana-mana yah kalau orangtua hanya memiliki perasaan bersalah saja, hehe.
Perasaan bersalah sih bagus menurut saya, kalau mereka menindaklanjutinya dengan mencari cara bagaimana agar perasaan bersalah itu hilang. Ya, seperti mulai menyisihkan waktu untuk anak, mulai belajar dari pengalaman orang sekitarnya, mencari cara agar bisa dekat dengan anak, atau mencari-cari ide supaya waktu mereka yang sedikit itu bisa dihabiskan secara maksimal dengan si anak. Asal waktunya benar-benar berkualitas, bukan gak mungkin kok anak bisa tetap dekat dengan orangtua. Banyak contoh di sekitar saya soalnya, hehe.
Yah, salah satu contohnya mertua saya sendiri deh. Walaupun keduanya bekerja, saat di rumah, ibu mertua hampir tidak pernah memikirkan pekerjaan, jadi banyak ruang untuk anaknya bisa bercerita apa saja tentang keseharian mereka.
Atau, bapak mertua yang walaupun tidak bisa datang saat anak keduanya wisuda, tapi berjanji berfoto bersama di studio. Dan janjinya itu ditepati dengan menyediakan waktu khusus untuk ke studio foto, walaupun akhirnya sekalian untuk foto keluarga sih, hehehe.
Jadi, yuk, mulai sediakan waktu berkualitas untuk anak biar kita tidak dipenuhi rasa bersalah yang tidak kunjung habis 😀
Gambar shutterstock 😀