Kakaaak, ganti baju..!!! Dari tadi gw suruh ganti baju gak ganti2 nih anak. Gw tendang luh kalo gak ganti-ganti, cepet ganti!!!
si anak: santai, main-main, ngeledek.
si ibu: tetap teriak-teriak tanpa melakukan apa yang diancamnya: menendang.
lama kelamaan si Ibu tetap teriak-teriak lalu sambil mencubit yang akhirnya membuat si anak ganti baju sambil menangis
Pernah kalian mendengar cerita serupa? Atau bahkan cerita lain dimana si ibu memerintahkan anaknya untuk membereskan mainan dengan ancaman kalau mainannya akan dibuang? Namun apa yang dilakukan kalau anak tetap tidak mau membereskan mainan? Si ibu lah yang akhirnya membereskan mainan tanpa membuang mainan tersebut.
Kelakuan seperti itu sudah sering sekali saya lihat di keluarga-keluarga sekitar saya. Teriakan yang disertai ancaman rasanya sudah menjadi warna tersendiri dalam didikan keluarga mereka. Walhasil ya mereka tidak akan menelurkan anak-anak yang bertanggung jawab dan taat peraturan. Karena semua hanya ancaman belaka! Tidak ada tindakan nyatanya. Ada baiknya orangtua bicara baik-baik dengan anak apa yang harus dilakukan olehnya serta konsukuensi apa yang diterimanya kalau si anak tidak melakukannya.
Dalam melatih anak bertanggung jawab dan paham akan konsukuensi dari tindakannya, ada ide menarik dan patut untuk dicoba yang dicetuskan oleh Toge Aprilianto dalam bukunya, Melatih Anakku Berpikir. Beliau mengajarkan untuk melatih anak agar bisa menanggung konsekuensi setiap perbuatan yang dilakukannya sejak ia bisa memilih, seperti yang telah dijelaskan oleh suami saya sebelumnya di sini. Tujuannya agar nantinya si anak bisa memilih secara dewasa dan akan menerima dengan lapang hati konsekuensi dari segala tindakan yang ingin diambilnya.
Ada beberapa step ketrampilan berpikir dan memilih yg bisa kita ikuti.
- Memilih enak vs ga enak. Menjadi langkah pertama karena menjadi hal yang paling mudah apabila harus memilih yang enak dari yang tidak enak. Contohnya seperti mau jalan-jalan atau di rumah saja. Kalau si anak menganggap jalan-jalan itu enak, ya pasti dia akan selalu milih jalan-jalan walaupun pilihannya dibolak-balik.
- Kalau sudah terbiasa dan si anak sudah sangat ahli memilih enak, belajar milih enak vs enak berikutnya. Misalnya, mau pilih kue atau jalan2. Sama-sama enak, tapi dia tidak bisa memilih keduanya, harus salah satu atau tidak keduanya.
- Terakhir, belajar memilih ga enak vs ga enak, contohnya beresin mainan atau ga boleh main lg. Saat mengajukan pilihan, kita juga menegaskan kalau si anak tidak memilih satupun, kitalah yang nantinya menentukan pilihannya. Yang artinya si anak mau gak mau harus memilih salah satu dari pilihan gak enak tadi.
Saat ketrampilan anak dilatih bertahap seperti itu, si anak akan terbiasa memikirkan konsekuensi dari setiap tindakan yang akan diambilnya. Dan setiap pilihan bukan lagi ancaman bagi mereka.
Semoga saya bisa membantu para orangtua yang terlalu banyak mengancam ini bisa mengubah pola asuh dalam keluarganya kelak. Aamiin.
Pelajaran yg sgt brguna untukku mba,,,makasih ya mba,,
Sama2 mbak ^^
Huhuhu…. aku sering mengancam, Mak. 🙁
Masa sih mbaak?? Huaaa
Semoga bisa jadi orangtua yg lebih baik lagi ya mbak. Yg memberikan pilihan dan membuat kesepakatan, bukannya ancaman, hehe.
duh tersindiir, kadang suka ngancem jugaa
huaa, maaf mbak, gak bermaksud menyindir, hee
makasih ya mbak sudah berkunjung ^^